Ucapan Terimakasih kepada : Ketua & Anggota KPU RI, KPU Kab/kota, PPK &PPS Se-Provinsi DKI Jakarta, Gubernur Prov. DKI Jakarta, DPRD Prov. DKI Jakarta Sekretaris Daerah Prov. DKI Jakarta, Penilai Pemilu Award, Kapolda Metro Jaya,Pangdam Jaya, Bawaslu Prov. DKI Jakarta, Bakesbangpol Provinsi DKI Jakarta, Dinas Dukcapil Prov. DKI Jakarta, Kanwil DKI Jakarta Kemenkumham, Satpol PP Prov. DKI Jakarta, Walikota Kota Administrasi Jakarta Pusat, Walikota Kota Administrasi Jakarta Barat, Walikota Kota Administrasi Jakarta Selatan, Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur,Walikota Kota Administrasi Jakarta Utara, Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Binmas Polsek Metro Gambir, Koramil Gambir Kodim Jakarta Pusat Lurah Gambir Jakarta Pusat, PPUA Penca, PWI Prov. DKI Jakarta, DPD Prov. DKI Jakarta Partai Nasional Demokrasi, DPD Prov. DKI Jakarta Partai Kebangkitan Bangsa , DPD Prov. DKI Jakarta Partai Keadilan Sosial, DPD Prov. DKI Jakarta PDI-Perjuangan, DPD Prov. DKI Jakarta Partai Golongan Karya, DPD Prov. DKI Jakarta Partai Gerindra, DPD Prov. DKI Jakarta Partai Demokrat, DPD Prov. DKI Jakarta Partai Amanat Nasional, DPD Prov. DKI Jakarta Partai Persatuan Pembangunan, DPD Prov. DKI Jakarta Partai Hati Nurani Rakyat, DPD Prov. DKI Jakarta Partai Bulan Bintang, DPD Prov. DKI Jakarta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Media

Kamis, 20 Mei 2010

Belajar Berdemokrasi Lewat Pilkada


Adinda Tenriangke Muchtar (Peneliti di The Indonesian Institute)


Republik ini telah memulai babak baru sejak era reformasi tahun 1998 dan utamanya amandemen UUD 1945. Tonggak reformasi telah memungkinkan suatu sistem pemilihan umum langsung, yang sedikit banyak telah memberikan kekuasaan lebih bagi rakyat untuk menentukan tidak hanya wakil rakyatnya di DPR dan DPRD secara langsung, namun juga untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Rasanya mustahil untuk mundur ke belakang. Apalagi mengingat reformasi dan segala perubahan dan proses pembelajaran yang dibawanya telah memberikan kesempatan yang lebih luas untuk partisipasi publik. Sebut saja kebebasan pers, pembentukan partai politik dan lembaga swadaya masyarakat adalah beberapa manfaat nyata reformasi jika dibandingkan dengan era Orde Baru yang cenderung paranoid dengan partisipasi publik dan rentan dengan manipulasi kebijakan SARA yang senantiasa digiring sebagai argumentasi oleh pemerintah pada masa itu.

Pilkada yang telah dilaksanakan sejak awal Juni tahun 2005 sendiri mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat. Setidaknya masyarakat sudah menunjukkan antusiasmenya lewat tuntutan untuk mendapatkan kejelasan soal kartu pemilih. Ini pula yang menjadi permasalahan yang muncul selama Pilkada berlangsung, seperti tuntutan terhadap KPUD yang telah lalai dalam mensosialisasikan Pilkada, memperbaharui daftar pemilih dan mengumumkan daftar pemilih tetap, serta mendaftarkan para pemilih. Intinya, banyak hal harus dibenahi, tapi disinilah letaknya pembelajaran demokrasi yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah untuk memperbaiki dan membangun demokrasi yang lebih baik, mapan, dan matang.

Tidak ada demokrasi yang sempurna. Bahkan negara adidaya seperti Amerika pun masih harus terus mengintrospeksi diri karena semapan apa pun demokrasinya, Amerika Serikat juga tidak luput dari masalah-masalah, seperti kecurangan dalam pemilu, korupsi, konspirasi, dan sebagainya.

Dengan kata lain, demokrasi lebih merupakan sebuah proses pembelajaran yang tidak pernah henti untuk memastikan bahwa pemerintah berjalan sebagaimana mestinya dan tetap menghargai hak-hak asasi manusia dan berpegang pada nilai dasar demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Pilkada dalam hal ini merupakan proses pembelajaran. Pilkada tidak hanya soal menghormati hasilnya, namun juga mengembalikan hak-hak rakyat di berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya.

Pilkada menjadi wujud komitmen pemerintah pusat dalam melaksanakan komitmen pemberian wewenang otonomi daerha. Pilkada menjadi media untuk memberikan ruang partisipasi politik kepada rakyat secara lebih berarti. Di sisi lain, otonomi daerah seharusnya juga dapat memenuhi kebutuhan dasar rakyat, khususnya berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pembangunan daerah, serta pemberdayaan masyarakat.

Kita semua menyadari masih banyaknya masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan Pilkada sebagai bagian dari wujud pelaksanaan otonomi daerah. Sebut saja kasus ijazah palsu, cacat kartu, kelalaian dalam pemutakhiran data dan pendaftaran pemilih, politik uang dalam kampanye, penggembungan suara, maupun putusan pengadilan yang cacat hukum, pemilih fiktif, kerusuhan karena ketidakpuasan massa pendukung, konflik internal partai akibat tidak transparannya proses pencalonan kandidat, pendudukan dan pengrusakan KPUD, dan sebagainya.

Namun demikian, Pilkada di pelbagai daerah terus berlangsung. Ketidaksiapan dan kekurangan akhirnya harus dikritisi dan ditindaklanjuti oleh masyarakat dan pelaku politik secara bijak dan dewasa. Demokrasi merupakan politik yang memungkinkan proses amar ma’ruf dan nahi munkar yang bersifat saling mengingatkan. Disinilah kesempatan kita untuk belajar, mengambil hikmah, menindaklanjuti secara hukum, mengakui kesalahan dan menciptakan demokrasi yang lebih baik bagi bangsa di republik ini. Sumber:www.pemilu-online.com